Al-Qur'an
memiliki kebenaran yang mutlak karena merupakan firman Allah. Meskipun Allah
telah menegaskan bahwa Qur'an diturunkan dengan bahasa yang mudah dipahami dan
mudah dipelajari(QS 44:58), akan tetapi ketika Qur'an dimasuki
pemikiran-pemikiran manusia (berupa tafsiran) terkadang arti yang sebenarnya
(genuine meaning) dari ayat-ayat Qur'an terkadang menjadi hilang. Hal ini
terjadi karena akal pikiran manusia memiliki keterbatasan untuk menembus dan
memahami kedalaman makna yang terkandung dalam suatu ayat.
Karena keterbatasan
tersebut, tafsiran yang dihasilkan pada akhirnya juga memiliki kebenaran yang
relatif. Kesimpulan tersebut, untuk sementara ini, didukung oleh hasil tinjauan
terhadap beberapa tafsir ayat-ayat Qur'an khususnya yang terkait dengan masalah
sains (ilmu pengetahuan), dimana pemikiran para ahli tafsir jaman dahulu tidak
mampu memahami kedalaman makna atau kata-kata yang digunakan oleh Allah dalam Al
Qur'an. Selain itu, salah satu metode yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat
tertentu para ahli tafsir sering menghubungkannya dengan ayat-ayat lain yang
terkadang sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali. Hal ini dapat ditunjukkan
pada kajian beberapa ayat yang akan dibahas dalam tulisan
ini.
Secara
definisi, Tafsir adalah upaya untuk memahami ayat-ayat Qur'an dimana teks-teks
dalam Qur'an diberi penjelesan baik secara singkat maupun secara panjang lebar.
Tujuan utama dari kegiatan pentafsiran adalah mempermudah orang awam dalam
memahami isi Qur'an. Sejalan dengan perjalanan waktu, berbagai macam jenis
tafsir telah dihasilkan dari yang bersifat konvensional sampai dengan tafsir
modern dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku pada zamannya. Dari
berbagai jenis tafsir yang ada, ada perbedaan dalam penyusunan tafsir khususnya
dalam hal pendekatan dan penekanan yang digunakan. Ada jenis tafsir yang
menekankan pada aspek historis dari teks Qur'an. Ada juga jenis tafsir yang
sebagian besar didasarkan pada hadist dan yang menginterpretasikan ayat Qur'an
menurut tradisi yang diceritakan dari Nabi dan Imam, atau dari sahabat dan
tabi'in. Jenis lain dari tafsir Qur'an didasarkan pada penggunakan akal/rasio
sebagai instrument untuk memahami maksud dari Qur'an. Dari sekian tafsir yang
beredar, mungkin ada jenis tafsiran yang bersifat bias dalam arti mencoba
membuat teks Qur'an sesuai dengan pandangan awal dari seorang pentafsir, dan ada
juga yang tidak bias (tidak ada upaya mengarahkan pemahaman Qur'an pada
pandangan awal seorang pentafsir).
DUA
PENDEKATAN TAFSIR : ANALITIK DAN TEMATIK
Terlepas
dari bias dan tidaknya suatu tafsir, secara prinsipil ada dua metode tafsir yang
berkembang sejalan dengan tumbuhnya pemikiran Islam. Kedua metode tersebut
masing-masing dikenal sebagai "pendekatan analisis" (al-'ittijah al-tajzi'i
fi al-tafsir) dan pendekatan tematik atau sintetik (al-'ittijah
al-tawhidi aw al-mawdu'i fi al-tafsir). Pendekatan tematik umumnya telah
membantu dalam pengembangan pemikiran hukum Islam (fiqh) dan memperkaya studi
ilmiah dalam bidang ini. Sebaliknya, pendekatan analitik dalam studi Qur'an
umumnya melekat pada perkembangan pemikiran Islam - perkembangan pendekatan
tafsir dapat dikatakan 'mandek' atau tidak menghasilkan karya baru selama
beberapa abad setelah terbitnya tafsir karya At-Tabari, Ar-Razi, dan Al-Syaikh
At-Tusi.
Tafsir
Qur'an yang didasarkan pada pendekatan analitik menekankan pentafsiran ayat demi
ayat menurut urutan dikumpulkannya atau diturunkannya ayat tersebut. Tafsir yang
mengikuti penedekatan ini mempertimbangkan berbagai aspek yang dirasa efektif
seperti makna secara literal, tradisi, dan keterkaitan dengan ayat-ayat lain
yang memiliki beberapa kata atau makna yang kurang lebih sama. Pentafsir yang
menggunakan pendekatan ini mencoba untuk mengungkap dan memahami ayat Qur'an
dengan mempertimbangkan kontek pada saat suatu ayat
diturunkan.
Pada
dasarnya, tujuan dari metode atau pendekatan analitik adalah untuk memberikan
penjelasan terhadap firman Allah yang mungkin bisa dipahami oleh sebagain besar
umat Islam pada permulaan perkembangan Islam. Metode tafsir dengan pendekatan
analitik berkembang mulai era Sahabat dan Tabi'in, dan mengalami kemajuan yang
yang lambat tapi pasti. Akhirnya sampai dengan akhir abad ke-3 dan awal abad
ke-4, muncul beberapa tafsir yang lengkap seperti hasil karya Ibnu Majah dan
At-Tabari. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan waktu dan lamanya jarak dari
periode turunnya Qur'an serta perubahan jaman, beberapa makna atau tafsiran
menjadi sulit dipahami/kurang jelas. Sebagai akibatnya, perkembangan metode
analitik mengikuti kecenderungan ketidakjelasan dalam memahami teks Qur'an,
sampai akhirnya muncul beberapa tafsir yang mengupas secara berurutan dimulai
dari Surat Al-Fatihah sampai dengan surat terakhir, Surat An-Naas yang
mentafsirkan ayat-demi ayat.
Sementara
itu, pada pendekatan tematik, tafsir Qur'an tidak dilakukan ayat demi ayat.
Sebaliknya pendekatan ini digunakan untuk mencoba mempelajari Qur'an dengan
mengambil tema tertentu dari berbagai konteks seperti sosial dan doktrinal yang
dibahas atau disebutkan dalam Qur'an. Tafsir dengan pendekatan tematik,
misalnya, membahas masalah doktrin tauhid dalam Qur'an, konsep kenabian dalam
Qur'an, pendekatan Qur'an terhadap ilmu ekonomi, hukum-hukum Islam, kosmologi
Qur'an dan sebagainya. Melalui studi-studi tersebut, metode ini mencoba
menentukan pandangan-pandangan Qur'an sebagai konsekuensi dari pesan Islam yang
berkaitan dengan isu tertentu dalam kehidupan ini. Jadi jelaslah bahwa
pendekatan tematik tidak menekankan pemahaman Qur'an ayat demi ayat melainkan
memahami ayat-ayat Qur'an yang dikaitkan dengan konteks atau tema tertentu yang
sering dijumpai dalam kehidupan di alam semesta ini.
Dari
kedua jenis pendekatan tafsir, tampaknya metode analitik lebih populer karena
telah mendominasi berabad-abad dengan produk-produk tafsir yang sangat terkenal
seperti Tafsir Jalalen, Tafsir Qurtubi, Tafsir Ibu Katsir dan Tafsir Munir.
Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa sebenarnya tidak ada garis pembatas
atau pemisah antara kedua jenis metode tafsir tersebut baik pada tataran praktis
maupun kegiatan pentafsiran sepanjang sejarah, karena terbukti pendekatan
tematik dalam mengkaji Qur'an memerlukan metode analitik untuk mendapatkan
kejelasan makna dari ayat-ayat yang terkait dengan topik yang sedang
dibahas.
Beberapa
kitab tafsir yang disebutkan di atas [Tafsir Jalalen, Tafsir Qurtubi, Tafsir
Ibnu Katsir dan Tafsir Munir (Nawawi)] telah banyak dipakai sebagai dasar dalam
mengkaji dan memahami isi Qur'an. Tidak jarang, tafsir-tafsir tersebut juga
digunakan sebagai rujukan dalam menterjemahkan Qur'an ke berbagai bahasa,
khususnya untuk menjelaskan beberapa ayat yang dirasa memerlukan penjelasan
lebih jauh. Dari berbagai kitab tafsir tersebut tentunya ada beberapa perbedaan
dan juga persamaan. Misalnya, kata tertentu dalam suatu ayat ditafsirkan atau
dijelaskan secara panjang lebar dalam kitab tafsir tertentu, tetapi tidak
ditafsirkan sama sekali dalam kitab tafsir yang lain karena dianggap sudah
jelas. Selain perbedaan tersebut, beberapa kitab tafsir yang ada juga memiliki
persamaan dalam mengartikan atau mentafsirkan kata-kata tertentu dalam ayat
Qur'an. Tidak jarang pula, kitab tafsir yang satu menjadi rujukan kitab Tafsir
yang lain.
Mengingat
tafsir pada dasarnya merupakan penjelasan terhadap makna dari kata-kata yang
terpisah/terisolasi, dalam arti persamaan kata atau sinonim diberikan, bentuk
kata-kata yang tidak familiar dijelaskan, dan beberapa ide dan pemikiran
diterapkan pada kondisi dimana ayat Qur'an diturunkan (asbab al-nuzul),
kegiatan pentafsiran tersebut tentunya kurang dalam mengadopsi hal-hal yang
bersifat inovatif yang memungkinkan seseorang memahami suatu ayat Qur'an jauh di
atas sekedar memahami arti secara kata demi kata atau mencapai ide dasar yang
ditawarkan Qur'an yang dijabarkan dalam ayat-ayat yang tersusun dalam 114
surat.
Sebagian
besar ahli tafsir mendasarkan tafsirannya pada kitab-kitab hadist baik yang
mengungkap masalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat, maupun
tradisi-tradisi yang berlaku pada jaman Nabi, Imam, Shabat dan Tabi'in. Selain
itu, tafsir juga didasarkan pada kamampuan seorang ahli tafsir dalam memahami
sebuah ayat, sehingga dalam hal ini pemahaman terhadap maksud dari ayat Qur'an
juga dipengaruhi oleh pemikiran seseorang yang tentunya memiliki
keterbatasan-keterbatasan. Dengan adanya keterbatasan tersebut, kebenaran tafsir
terhadap ayat tertentu juga mungkin memiliki keterbatasan. Berdasarkan hal
tersebut, penulis mencoba untuk mengkaji atau meninjau tafsir terhadap beberapa
ayat Qur'an khususnya yang terkait dengan masalah sains (ilmu pengetahuan
modern), dimana para ahli tafsir kontemporer sangat mungkin telah menafsirkan
kurang tepat ayat-ayat tertentu atau kata-kata tertentu dalam ayat Qur'an,
karena adanya keterbatasan-keterbatasan yang ada. Sekali lagi ditekankan bahwa
yang dibahas dalam kajian ini hanyalah ayat-ayat yang menyangkut masalah sains.
METODE
KAJIAN
Metode
yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan membandingkan beberapa versi
terjemahan Qur'an yang ada. Di antara sekian banyak terjemahan Qur'an, penulis
hanya mengambil sekiatar delapan versi terjemahan sebagai perbandingan, termasuk
dalam perbandingan ini adalah Terjemah Qur'an versi Departemen Agama RI yang
umumnya dipakai sebagai acuan masyarakat Indonesia, terjemahan versi Prof.
Mahmud Yunus dan terjemahan versi Abdullah Yusuf Ali (dalam bahasa Inggris yang
banyak digunakan). Selanjutnya, beberapa kitab tafsir yang membahas tentang ayat
yang dikaji juga disajikan sebagai bahan perbandingan. Setelah itu, perbandingan
terjemahan dan tafsiran dari ayat-ayat yang dikaji tersebut diverifikasi dan
ditinjau berdasarkan perspektif sains modern atau ilmu pengetahuan yang
berkembang saat ini untuk menentukan tafsir mana yang lebih mendekati kebenaran.
Mengingat banyaknya ayat Qur'an yang berkaitan dengan sains modern, pembahasan
hanya akan dibatasi pada beberapa ayat yang menurut penulis menarik untuk dikaji
mengingat beragam tafsiran terhadap ayat-ayat tersebut yang tentunya tidak
mengacu pada fakta-fakta terbaru yang telah ditemukan dalam dunia ilmu
pengetahuan sekarang ini.
KAJIAN
TAFSIR BEBERAPA AYAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAINS
Untuk
mendukung pernyataan di atas, berikut ini hanya akan dibahas 5 ayat yang menarik
untuk dijadikan sebagai kajian.
(1)
Al-Kahfi [18] Ayat 96
Atuni Zubara Al-Hadidi Hatta 'Idha Sawa Bayna As-Sadafayni
Qala Anfukhu
Hatta 'Idha Ja`alahu Naraan Qala 'Atuni 'Ufrigh
`Alayhi Qitraan
Terjemahan
dalam 8 versi adalah sebagai berikut:
Departemen
Agama RI
|
Berilah
aku potongan-potongan besi. Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua
(puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain: "Tiuplah (api itu)". Hingga apabila
besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata "Berilah aku
tembaga (yang mendidih) agar
kutuangkan ke atas besi panas itu".
|
Prof.
Mahmud Yunus
|
Berilah
aku beberapa potong besi, sehingga apabila sama tinggi besi itu dengan kedua
belah gunung itu maka Zul karnain berkata: Tiuplah api! Sehingga apabila besi
itu telah menjadi api, ia berkata: Berilah aku tembaga, supaya kutuangkan ke
dalam api itu (sehingga besi berpadu dengan tembaga menjadi
satu)
|
Rashad
Khalifa
|
"Bring
to me masses of iron ." Once he
filled the gap between the two palisades, he said, "Blow." Once it was red hot,
he said, "Help me pour tar on top of it."
|
Yusuf
Ali
|
"Bring
me blocks of iron." At length, when
he had filled up the space between the two steep mountain-sides, He said, "Blow
(with your bellows)" Then, when he had made it (red) as fire, he said: "Bring
me, that I may pour over it, molten
lead ."
|
Pickthal
|
Give
me pieces of iron - till, when he
had levelled up (the gap) between the cliffs, he said: Blow! - till, when he had
made it a fire, he said: Bring me molten
copper to pour thereon.
|
Shakir
|
Bring
me blocks of iron; until when he had
filled up the space between the two mountain sides, he said: Blow, until when he
had made it (as) fire, he said: Bring me molten
brass which I may pour over it.
|
Sher
Ali
|
`Bring
me blocks of iron.' They did so
till, when he had filled up the space between the two mountains sides, he said,
`Now blow with your bellows.' They blew till, when he had made it red as fire,
he said, `Bring me molten copper
that I may pour it thereon.'
|
"Progressive
Muslims"
|
"Bring
me iron ore." Until he levelled
between the two walls, he said: "Blow," until he made it a furnace, he said:
"Bring me tar so I can pour over
it."
|
Metalurgi
adalah ilmu yang mempelajari bagaimana membuat suatu logam dari campuran logam
dengan unsur lain. Qur'an dalam bahasa yang sederhana menceritakan bagaimana
baja dibuat, dengan memberikan cerita tentang perjalanan Zul Qarnain ke suatu
tempat di antara dua bukit (Surat Al Kahfi S 18:92-97). Di antara kedua bukit
tersebut Zul Qarnain bertemu dengan orang-orang yang hampir-hampir dia tidak
memahaminya. Orang-orang tersebut mengadu padanya tentang Ya'juj dan Ma'juj dan
bagaimana mereka membuat kerusakan dan korup. Orang-orang tersebut meminta Zul
Qarnain sekiranya dia dapat membuat pembatas antara mereka dan Ya'juj dan
Ma'juj. Maka diapun membuatkan pembatas tersebut dengan meminta bantuan
orang-orang tersebut, dan apa yang dia kerjakan seperti yang dijelaskan pada
ayat tersebut (QS 18:96).
Akan
tetapi, kalau kita bandingkan beberapa terjemahan yang ada, secara umum dapat
kita kelompokkan menjadi 4 kelompok khususnya dalam menerjemahkan kata
"Qithraan" yang memiliki perbedaan terjemahan yang sangat signifikan.
Keempat jenis terjemahan tersebut adalah (a) molten copper
(tembaga yang meleleh/mendidih), (b) molten lead (timah
yang meleleh), (c) molten brass (kuningan yang meleleh), dan (d)
tar (ter/tir). Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Jalalen, Tafsir
Thabari and Tafsir Qurtubi, kata "qithr" ditafsirkan sebagai "tembaga".
Kata "yang meleleh (molten)" merupakan tafsiran tambahan baik yang
ada pada beberapa versi terjemahan di atas dan ketiga tafsir tersebut. Jika kita
lihat Kamus Inggris-Indonesia-Arab susunan Attabik Ali, diperoleh arti dari
qithr adalah tar (Inggris) dan ter/tir (Indonesia).
Untuk
menetapkan tafsiran atau terjemahan mana yang paling tepat, hal ini dapat
ditinjau dari perspektif sains (ilmu pengetahuan). Berdasarkan ilmu metalurgi,
baja dibuat dari dua unsur yaitu besi dan karbon. Selanjutnya jika kita amati,
ter/tir (yang berwarna hitam yang merupakan campuran aspal dan minyak yang
diperoleh dari minyak mentah) jelas banyak mengandung unsur karbon. Jadi dalam
cerita Zulkarnain di atas jelas apa yang seharusnya dituangkan kedalam besi yang
telah memerah panas seperti api adalah tir/ter, karena dengan menuangkan ter/tir
tersebut terjadilah percampuran antara besi dan karbon sehingga terbentuklah
baja, yang diceritakan sulit dilobangi (QS 18:97). Selain itu kalau kata
"qithr" diterjemahkan atau ditafsirkan sebagai 'tembaga',
'timah', atau 'kuningan', maka diperlukan sebuah penafsiran lagi
(tafsiran tambahan) yaitu 'yang meleleh'. Kalau diterjemahkan atau
ditafsirkan sebagai 'ter/tir' tidak perlu ada penafisran tambahan karena tir/ter
memang bentuknya sudah cair sehingga tinggal disiramkan saja ke atas besi yang
sudah panas membara seperti api. Dengan demikian, QS 18:96 lebih tepat
diterjemahkan sebagai berikut: "Berilah aku potongan-potongan besi. Sekali
gap antara dua bukit (puncak) itu terisi, dia (Zul Qarnain) berkata: Tiuplah.
Sekali besi tersebut sudah menjadi merah seperti api, diapun berkata: Berilah
aku ter (tir) untuk kutuangkan ke atas besi yang panas itu".
Jika
kata "qithr" seharusnya diterjemahkan sebagai "tar/ter/tir" yang merupakan
minyak mentah bercampur aspal, maka terjemahan pada ayat lain yaitu "wa
asalnaa lahuu 'ainal qithr
(QS.34:12) "
adalah "dan kami alirkan padanya (Nabi Sulaiman) sumber minyak / ter (spring
of oil)". Pada ayat ini juga secara jelas Allah menggunakan kata "alirkan"
yang memang cocok untuk benda cair. Jadi boleh jadi, sumber minyak pertama ada
sejak jama Nabi Sulaiman.
(2)
Surat Al-Hadid [57] Ayat 25
Laqad
'Arsalna Rusulana Bil-Bayyinati
Wa 'Anzalna Ma`ahumu Al-Kitaba Wa Al-Mizana Liyaquma An-Nasu
Bil-Qisti Wa 'Anzalna Al-Hadida Fihi Ba'sun Shadidun Wa Manafi`u Lilnnasi Wa Liya`lama Al-Lahu Man Yansuruhu Wa
Rusulahu Bil-Ghaybi 'Inna Al-Laha Qawiyun `Azizun
Beberapa versi terjemahan ayat
tersebut adalah:
Departemen Agama RI
|
Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya
mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang
menolong (agama)Nya dan rasul-rasulNya padahal Allah tidak dilihatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
|
Prof Mahmud Yunus
|
Sesungguhnya
telah Kami utus beberapa rasul Kami dengan (membawa) keterangan, dan Kami
turunkan beserta mereka kitab dan neraca (keadilan). Dan Kami turunkan
(adakan) besi, untuk (mendapat) kekuatan yang sangat dan beberapa manfaat
bagi manusia, dan supaya Allah mengetahui, siapa yang menolongNya (agamaNya)
dan rasul-rasulNya, (sedang Dia) gaib (dari mereka). Sungguh Allah Mahakuat
lagi Mahaperkasa.
|
Rashad Khalifa
|
We
sent our messengers supported by clear proofs, and we sent down to them the
scripture and the law, that the people may uphold justice. And we sent down
the iron, wherein there is strength, and many benefits for the people. All
this in order for GOD to distinguish those who would support Him and His
messengers, on faith. GOD is Powerful, Almighty.
|
Yusuf Ali
|
We
sent aforetime our apostles with Clear Signs and sent down with them the Book
and the Balance (of Right and Wrong), that men may stand forth in justice;
and We sent down Iron, in which is (material for) mighty war, as well as many
benefits for mankind, that God may test who it is that will help, Unseen, Him
and His apostles: For God is Full of Strength, Exalted in Might (and able to
enforce His Will).
|
Pickthal
|
We
verily sent Our messengers with clear proofs, and revealed with them the
Scripture and the Balance, that mankind may observe right measure; and He
revealed iron, wherein is mighty power and (many) uses for mankind, and that
Allah may know him who helpeth Him and His messengers, though unseen. Lo!
Allah is Strong, Almighty.
|
Shakir
|
Certainly
We sent Our apostles with clear arguments, and sent down with them the Book
and the balance that men may conduct themselves with equity; and We have made
the iron, wherein is great violence and advantages to men, and that Allah may
know who helps Him and His apostles in the secret; surely Allah is Strong,
Mighty.
|
Sher Ali
|
Verily,
WE sent Our Messengers with manifest Signs and sent down with them the Book
and the Balance that people may act with justice; and WE sent down iron,
wherein is material for violent warfare and diverse uses for mankind, and
that Allah may know those who help HIM and HIS Messengers without having seen
Him. Surely, Allah is Powerful, Mighty.
|
"Progressive Muslims"
|
We
have sent Our messengers with proofs, and We sent down with them the
Scripture and the balance, that the people may uphold justice. And We sent
down the iron, wherein there is great strength, and many benefits for the
people. All this in order for God to distinguish those who would support Him
and His messengers, on faith. God is Powerful, Noble.
|
Tinjauan
tafsir pada ayat ini ditekankan pada pembahasan kalimat "wa anzalna al-
hadiida". Perbandingan ketujuh macam terjemahkan menunjukkan dua
perbedaan kelompok terjemahan pada kalimat tersebut yaitu
"menciptakan/menjadikan" dan "menurunkan". Dalam penjelasannya,
Tafsir Ibnu Katsir menafsirkannya sebagai "menjadikan/menciptakan" sementara
Tafsir Jalalen menafsirkannya sebagai "akhrajnaahu min al-ma'aadin" atau
"mengeluarkannya (besi) dari pertambangan". Sementara itu, Prof Mahmud
Yunus dalam tafsirannya menjelaskan bahwa "bukanlah arti ayat ini bahwa
Allah menurunkan besi dari langit, melainkan mengadakannya dalam
bumi dan menganugerahkan akal pikiran kepada manusia, untuk mengeluarkannya
sehingga dipergunakannya untuk kekuatan dalam medan peperangan". Jadi menurut
Prof Mahmud Yunus, seolah-olah Allah telah salah menggunakan kata "anzalnaa"
pada besi. Meskipun mungkin tidak ada pengaruh yang signifikan dari perbedaan
terjemahan terhadap makna atau isi ayat secara keseluruhan, tetapi tentunya ada
hal yang sangat menarik untuk diamati mengingat judul suratnya adalah Al-Hadid
yang tentunya ada sesuatu yang spesial tentang Al-Hadid (besi).
Yang
perlu diteliti, mengapa Allah sengaja menggunakan kata "wa-anzalnaa (dan
Kami turunkan)" bukan "wa-ja'alnaa (dan Kami jadikan/ciptakan)" atau
wa-akhrajnaa (dan Kami keluarkan)? Penggunaan kata "anzalnaa"
untuk besi sepadan dengan kata "anzalnaa" yang digunakan untuk air yang
diturunkan dari langit dan juga kata "anzalnaa" untuk Qur'an yang
diturunkan kepada umat manusia melalui Muhammad. Untuk menjawab hal ini,
tentunya tidak mudah jika kita memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan sehingga
kita sering tidak mampu memahaminya karena jelas ilmu Allah itu sangatlah luas.
Barangkali
perspektif ilmu pengetahuan modernlah yang akhirnya bisa membuka 'misteri' atau
mengungkap kebenaran akan Firman Allah tersebut. Seorang ilmuan di Badan Pusat
Anatariksa Amerika Serikat (NASA) pernah ditanya tentang unsur besi dan
bagaimana besi itu terbentuk. Dia menjelaskan secara panjang lebar bagaimana
semua unsur atau elemen yang ada di bumi ini terbentuk. Dia menyatakan bahwa
para ilmuan hanya baru-baru ini menemukan bukti-bukti yang relevan tentang
proses pembentukan tersebut. Dia mengatakan bahwa sistim energi matahari awalnya
tidak cukup untuk memproduksi satu atom unsur besi. Dalam perhitungan, untuk
membentuk satu atom besi (Fe) diperlukan sekitar empat kali sebanyak sistim
energi matahari seluruhnya. Dengan kata lain, seluruh energi bumi atau bulan
atau planet Mars atau planet yang lain tidak cukup untuk membentuk satu atom
besi baru, bahkan seluruh energi matahari tidak cukup untuk itu. Maka dari itu
ilmuan NASA tersebut berkesimpulan dan percaya bahwa besi berasal dari luar
angkasa yang diturunkan ke bumi dan bukan dibentuk di bumi seperti unsur yang
lain. Jadi tepatlah Allah katakan "wa-anzalna al-hadiida " yang artinya
"dan kami turunkan besi". Jadi sebenarnya Qur'an telah menggunakan kata-kata
yang tepat dan mudah dipahami, tetapi karena keterbatasan akal pikiran, ahli
tafsir sampai berpikir bahwa tidak tepat kalau besi itu diturunkan. Allaahu
Akbar.
(3)
Surat Ar Rahman [55] ayat 19-20
Baynahuma Barzakhun La Yabghiyani
Beberapa
versi terjemahan dari kedua ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Departemen
Agama RI
|
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang
kemudian keduanya bertemu. Di antara keduanya ada pembatas yang tidak bisa
dilampaui masing-masing
|
Prof.
Mahmud Yunus
|
Dia
kirimkan (adakan) dua macam laut (asin dan tawar) yang bertemu keduanya.
Diantara keduanya ada dinding (sehingga) tiada bercampur
keduanya.
|
Rashad
Khalifa
|
He
separates the two seas where they meet. A barrier is placed between them, to
prevent them from transgressing.
|
Yusuf
Ali
|
He
has let free the two bodies of flowing water, meeting together: Between them is
a Barrier which they do not transgress
|
Pickthal
|
He
hath loosed the two seas. They meet. There is a barrier between them. They
encroach not (one upon the other).
|
Shakir
|
He
has made the two seas to flow freely (so that) they meet together: Between them
is a barrier which they cannot pass.
|
Sher
Ali
|
HE
has made the two bodies of water flow; they will one day meet. Between them
there is at present a barrier; they cannot encroach one upon the
other.
|
"Progressive
Muslims"
|
He
separates the two seas where they meet. A barrier is placed between them, which
they do not cross.
|
Secara
harfiah, tidak ada ada perbedaan yang signifikan di antara beberapa versi
terjemahan tersebut. Tetapi, dalam menafsirkan ayat tersebut terdapat beberapa
perbedaan. Inti pembahasan kedua ayat tersebut terletak pada dua kata kunci
yaitu "bahrain" (dua lautan atau dua badan air) dan "barzahun"
(pembatas/membran). Jika kita tengok beberapa tafsir Qur'an seperti Tafsir
Jalalen, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Qurtubi, dan Tafsir Thabari, kata "bahrain"
ditafsirkan sebagai "bahru al-milhu wa al-'adzbu" atau lautan yang asin
airnya dan lautan yang tawar airnya. Selanjutnya, pada Tafsir Qurtubi kata
tersebut juga ditafsirkan sebagai "bahru al-sama' wa bahru al-ardh" atau
lautan langit dan lautan bumi. Di antara ahli tafsir juga ada yang menafsirkan
bahwa ada dua laut yang kedua-duanya tercerai karena dibatasi oleh tanah
genting, tetapi tanah genting itu tidak dikehendaki, maka pada akhirnya tanah
genting itu dibuang (digali untuk keperluan lalu lintas seperti terusan sues dan
panama), maka bertemulah dua lautan itu (lihat Quran dan Terjemahannya Dep Agama
RI). Dari sekian tafsir yang ada, tidak ada yang menjelaskan bahwa dalam konteks
kedua ayat tersebut kedua lautan tersebut adalah lautan yang asin
airnya.
Bagaimana
tinjauan ayat Qur'an tersebut berdasarkan perspektif ilmu pengetahuan (sains
modern)? Beberapa tahun yang lampau, seorang ahli oceanografi secara tidak
sengaja menemukan fenomena alam yang sungguh menakjubkan ketika dia sedang
menyelam di tengah-tengah lautan. Fenomena yang dia alami adalah dia berada
dalam air yang tawar dan segar di tengah lautan. Pengalaman tersebut dia simpan
sekian lama dan menjadi teka-teki yang lama tidak terjawab, sampai akhirnya dia
bertemu dengan seorang Prof. Maurice Buccaile (yang sudah masuk Islam) dan
menceritakan pengalamannya. Sang professor teringat akan surat Ar Rahman ayat
19-20 dan dibacakannya (QS 27:61 juga menceritakan hal yang sama). Oceanologis
tersebut begitu terkesima melebihi kekaguman yang ia alami sewaktu menyelam
menemukan air tawar di tengah lautan, dan akhirnya dia masuk Islam. Kebenaran
fenomena sains yang disebutkan dalam Al Qur'an tersebut juga dikonfirmasi oleh
Dr.
William Hay, seorang ahli kelautan dan Professor Ilmu Geologi pada Universitas
Colorado, Amerika Serikat.
Ilmu
sains modern telah menemukan beberapa tempat dimana dua lautan bertemu ada
pembatas (membran) antara kedua lautan tersebut. Pembatas ini membagi dua lautan
sedemikian sehingga setiap lautan memiliki temperatur, salinitas dan kepadatan
masing-masing. Pembatas tersebut adalah air tawar dan segar yang membatasi dua
lautan yang kedua-duanya asin airnya. Ketika air dari salah satu lautan mau
menuju ke lautan yang lain melalui pembatas tersebut, sifat dari air laut (asin)
tersebut hilang. Berdasarkan temuan para ahli oceanografi, fenomena tersebut
dapat dijumpai di beberapa tempat misalnya di Gibraltar yaitu pembatas antara
laut Mediterania dan Lautan Atlantik. Dasar
yang digunakan oleh para ahli tafsir dalam menafsirkan kata "bahrain (dua lautan)" pada QS 55:19 sebagai lautan
tawar dan lautan asin merujuk pada ayat Qur'an lain (QS 25:53) yang menyebutkan
bahwa dua lautan (badan air yang mengalir) bertemu, yang satu segar lagi tawar
dan yang lain asin. Padahal ayat tersebut menjelaskan fenomena alam lain yang
kondisinya sangat berbeda dengan apa yang dijelaskan pada QS 55:19-20.
Karena pada QS 25:53 disebutkan bahwa Allah membuat
pembatas di antara keduanya, dan partisi yang yang menghalangi
untuk bisa dilalui keduanya. Jadi jelas bahwa pada ayat ini disebutkan adanya
partisi dan pembatas/membran. Sains modern telah menemukan bahwa di Estuaria,
dimana air segar dan tawar bertemu dengan air asin, situasinya berbeda dengan
yang ditemukan di tempat-tempat dimana dua lautan asin bertemu. Fenomena ini
terjadi di beberapa tempat seperti Mesir dimana Sungai Nil mengalir ke Laut
Mediteran. Di Australia Selatan, menurut salah seorang warga Indonesia yang
punya hobby mancing juga menemui fenomena tersebut yaitu di Goolwa yang
ditunjukkan adanya perbedaan jenis ikan (ikan air asin dan ikan air tawar) pada
suatu tempat pemancingan, dimana pemancing dapat memilih mau mancing ikan tawar
atau ikan asin. Jadi tidak ada hubungan sama sekali mengenai makna antara QS
55:19-20 dan QS 25:53.
(4)
Surat Yusuf [12] ayat 4
'Idh Qala Yusufu
Li'abihi Ya 'Abati
'Inni Ra'aytu 'Ahada `Ashara Kawkabaan Wa Ash-Shamsa
Wa Al-Qamara Ra'aytuhum
Li Sajidina
Terjemahan
ayat tersebut dalam beberapa versi seperti terlihat pada tabel
berikut:
Departemen
Agama RI
|
Ingatlah
ketika Yusuf berkata pada anaknya: 'Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi
melihat sebelas bintang, matahari
dan bulan; kulihat semuanya sujud padaku".
|
Rashad
Khalifa
|
Recall
that Joseph said to his father, "O my father, I saw eleven planets, and the sun, and the moon; I saw
them prostrating before me."
|
Yusuf
Ali
|
Behold!
Joseph said to his father: "O my father! I did see eleven stars and the sun and the moon: I saw them
prostrate themselves to me!"
|
Pickthal
|
When
Joseph said unto his father: O my father! Lo! I saw in a dream eleven planets and the sun and the moon, I saw
them prostrating themselves unto me.
|
Shakir
|
When
Yusuf said to his father: O my father! surely I saw eleven stars and the sun and the moon - I saw
them making obeisance to me.
|
Sher
Ali
|
Remember
the time when Joseph said to his father, O my father, I saw in a dream eleven
stars and the sun and the moon - I
saw them making obeisance to me.'
|
"Progressive
Muslims"
|
When
Joseph said to his father: "My father, I have seen eleven planets and the sun and the moon, I saw
them submitting to me."
|
Dengan
membandingkan tujuh terjemahan Qur'an yang ada, ada dua macam terjemahan kata
'kaukab' pada ayat tersebut yaitu "bintang (stars)" dan "planet".
Misalnya, Rashad Khalifa, Pickthal and "Progressive Muslims" menerjemahkan kata
"kaukab" dengan "planet", sementara Depag RI, Yusuf Ali, Shakir, dan Sher
Ali menerjemahkannya sebagai "bintang". Untuk mengetahui terjemahan atau
tafsiran mana yang paling mendekati kebenaran, pendekatan sains dapat digunakan.
Dalam perspektif ilmu pengetahuan ada perbedaan yang jelas antara pengertian
planet dan bintang. Menurut definisi, planet adalah benda langit (angkasa) yang
mengelilingi matahari dan tidak menghasilkan atau memiliki cahaya sendiri.
Bintang adalah benda langit yang memiliki dan menghasilkan cahaya sendiri.
Berdasarkan kedua definisi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa matahari
digolongkan sebagai bintang karena matahari adalah benda langit yang
menghasilkan cahaya. Dengan demikian, kata "kaukab" kurang tepat jika
diterjemahkan sebagai bintang, karena "kaukab" cenderung merujuk benda
benda langit yang lebih spesifik yaitu planet (bukan bintang). Hal ini juga
didukung oleh Maurice Buccaile (Ilmuan Perancis yang telah masuk Islam) dan
Kamus Inggris-Indonesia-Arab karya At-Tabik Ali yang secara tegas menerjemahkan
"kaukab" sebagai planet.
Kebenaran
kata "kaukab" yang diterjemahkan sebagai planet juga didukung oleh fakta
bahwa pada buku-buku teks ilmu pengetahuan alam disebutkan bahwa jumlah planet
yang telah ditemukan di tata surya kita adalah 9 yaitu Merkurius, Venus, Bumi,
Mars, Jupiter, Neptunus, Saturnus, Uranus, dan Pluto. Baru-baru ini (tahun 2004)
ditemukan sebuah benda langit mirip planet yang mengelilingi matahari yang
letaknya lebih jauh dari Planet Pluto (planet terjauh dari bumi). Jika benda
langit ini dipastikan sebagai planet, maka telah ada 10 planet yang ditemukan.
Dengan demikian masih ada satu planet lagi yang belum ditemukan karena menurut
Qur'an ada 11 planet, dan ini kesempatan bagi ilmuan muslim untuk menemukan
planet kesebelas.
(5) Ar-Rahman
[55] ayat 37
Fa'idha Anshaqqati As-Sama'u
Fakanat Wardatan Kalddihani
Terjemahan
beberapa versi:
Departemen
Agama RI
|
Maka
apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan)
minyak
|
Prof
Mahmud Yunus
|
Maka
apabila langit terbelah lalu ia menjadi bunga mawar seperti
minyak
|
Khalifa
|
When
the sky disintegrates, and turns rose colored like
paint.
|
Yusuf
Ali
|
When
the sky is rent asunder, and it becomes red like ointment:
|
Pickthal
|
And
when the heaven splitteth asunder and becometh rosy like red hide -
|
Shakir
|
And
when the heaven is rent asunder, and then becomes red like red
hide.
|
Sher
Ali
|
And
when the heaven is rent asunder and become red like red
hide.
|
"Progressive
Muslims"
|
When
the universe is torn, and turns like a rose coloured
paint.
|
Sebagian
besar ahli tafsir menggambarkan ayat tersebut sebagai peristiwa yang sangat
menakutkan yang akan terjadi pada hari kiamat. Bagaimana dengan gambar berikut
yang berhasil diambil oleh Teleskop Ruang Angkasa Hubble milik NASA, yang bias
dinikmati pada tahun 1999/2000.
Gambar tersebut secara jelas berkaitan dengan
pernyataan dalam Al Quran Surat Ar rahman ayat 37. Mereka menyebut gambar
tersebut sebagai "Cat's eye nebula", mungkin yang lebih tepat adalah "Red rose
nebula/Red Colered" seperti yang diceritakan dalam Al Qur'an.
IMPILIKASI
DARI KAJIAN
Beberapa ayat di atas hanyalah sebagian dari ayat-ayat yang terkait
dengan dengan sains yang bisa dibahas pada tulisan yang singkat ini. Hasil
tinjauan ini tentunya memberikan implikasi yang luas khususnya dalam memahami
tafsir-tafsir Qur'an yang ada. Paling tidak ada dua poin penting yang bisa
dipetik. Pertama, meskipun secara isi, tafsir Qur'an mencoba untuk menjelaskan
dan membantu orang awam dalam memahami kandungan Al-Qur'an, penafsiran yang
kurang tepat yang disebabkan keterbatasan akal manusia dapat mengakibatkan makna
yang sebenarnya (genuine meaning) dari ayat Qur'an menjadi kabur,
sehingga pesan yang sebenarnya tidak sampai kepada manusia. Dalam beberapa
contoh ayat di atas, penafsiran yang tidak tepat telah berakibat pada hilangnya
nilai sains dari ayat-ayat tersebut. Kedua, mengingat adanya bukti-bukti
berdasarkan ilmu pengetahuan modern yang sangat mendukung kebenaran ayat-ayat
Qur'an khususnya yang berkaitan dengan sains (tidak tertutup kemungkinan
ayat-ayat lain yang tidak ada kaitannya dengan sains), maka kiranya perlu
dilakukan sebuah review khususnya terhadap terjemahan-terjemahan Qur'an
yang banyak digunakan sebagai acuan orang awam dalam mempelajari Qur'an, guna
meluruskan pemahaman. Penggunaan kata-kata dalam Al Quran seprti "kami turunkan
besi", "kami alirkan padanya sumber minyak/tar" dan lain-lain sebenarnya telah
sesuai dengan konsep bahasa yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an pada salah
satu ayat "Fa innamaa yassarnaahu bilisaanika (QS 44:58)" yang
artinya "sesungguhnya Kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu".
Sebagai penutup, semua kebenaran datangnya dari Allah, sementara
kesalahan-kesalahan dalam tinjauan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis yang
mungkin tidak bisa menjangkau ilmu Allah yang begitu luas.
~wallaahu
a'lam bish-shawab~
0 komentar "TINJAUAN TAFSIR BEBERAPA AYAT AL-QUR'AN (SAINS MODERN) ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar