Alam,
merupakan tanda-tanda terbesar mengenai keberadaan sang Pencipta. Kendati
demikian, fenomena-fenomena alam yang terjadi sering dianggap remeh bahkan
seringkali di anggap mistis. Sebagai contohnya adalah hujan dan petir. Fenomena
alam yang pertama sering dianggap remeh dan fenomena alam yang kedua sering
dikaitkan dengan hal-hal mistis. Al-Qur'an sebagai kitab suci yang diturunkan
15 abad yang lalu, muncul di tengah-tengah masyarakat yang masih banyak
mempercayai fenomena alam sebagai hal yang mistis. Padahal disatu sisi,
kriteria kitab suci adalah tidak boleh bertentangan dengan ilmu. Dan
kenyataannya, di dalam Al-Qur'an, menyebutkan mengenai hujan serta petir.
Bagaimanakah Al-Qur'an dalam menguraikan terjadinya hujan dan petir tersebut?
Akankah dalam hal ini sejalan dengan ilmu, ataukah mengikuti apa yang sebagian
besar orang percayai di mana Al-Qur'an tersebut diturunkan? Manakah yang harus
kita percaya, Al-Qur'an ataukah ilmu? Sekarang mari kita mulai dengan
memperhatikan surah Al-Waaqi'ah [56] Ayat 68 s/d 70 :
'Afara'aytumu Al-Ma'a Al-Ladhi Tashrabuna
[[Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
(QS. 56:68)]]
'A'antum
'Anzaltumuhu Mina Al-Muzni
'Am Nahnu Al-Munziluna
[[Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang
menurunkan (QS. 56:69)]]
Law
Nasha'u Ja`alnahu 'Ujajaan Falawla Tashkuruna
[[Kalau kami
kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (QS. 56:70 )]]
Al-Waaqi'ah [56] Ayat 68-70
diatas mendeskripsikan tentang hujan, air yang diturunkan dari awan. Yang
menarik perhatian adalah pernyataan Allah "Kalau Kami kehendaki
niscaya Kami jadikan dia asin ....", yang tentu saja bukan hanya sekedar
gertakan !!!
Pernyataan tersebut secara tersirat mengindikasikan bahwa
air tanah, yang kita minum, yang diturunkan oleh hujan, sebetulnya berasal “dari
sesuatu yang asin", dan karena
"desain" dari Allah lah maka "sesuatu
yang asin" itu berubah menjadi tawar ketka diturunkan kembali ke
bumi. Seperti yang kita ketahui
sebelumnya, "sesuatu yang asin "
itu adalah air laut, dan tentu saja, awan walaupun dapat juga terbentuk dari
air tawar seperti danau, namun sebagian besar komponennya berasal dari
penguapan air laut.
Sesuatu kenyataan yang 15 abad yang lalu tidak diketahui
oleh manusia, akan tetapi telah dinyatakan oleh Allah di dalam Al-Qur'an.Hal
yang menarik lainnya seputar hujan adalah Allah menggunakan istilah “Angin yang mengawinkan” di surah Al-Hijr [15] Ayat 22 :
Wa 'Arsalna
Ar-Riyaha Lawaqiha Fa'anzalna Mina As-Sama'i Ma'an Fa'asqaynakumuhu Wa Ma
'Antum Lahu Bikhazinina
[[Dan Kami telah
meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan
dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu,dan sekali-kali bukanlah
kamu yang menyimpannya. (QS. 15:22)]]
Di
berbagai terjemahan bahasa Indonesia di tuliskan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)",yang
mana tentu saja yang berada di dalam kurung adalah tambahan dan interprestasi
dari tim penterjemah Al-Qur'an tersebut dan akan diabaikan dalam postingan ini.
Yang akan digunakan adalah terjemahan kata per kata dari surah Al-Hijr [15]
Ayat 22 di atas. Yang perlu di perhatikan adalah : "setelah Allah meniupkan
angin yang mengawinkan itu, maka hujan pun turun".
Proses
pembentukan hujan menurut Al-Hijr [15] Ayat 22 diatas, sebagaimana yang
telah diketahui oleh ilmu pengetahuan dimasa ini, dapat dijabarkan sebagai berikut
:
- Hujan terjadi ketika Awan-Jenuh bertemu dengan Partikel-partikel micro yang disebut Cloud Condensation Nuclei, seperti debu, garam, atau partikel-partikel micro lainnya sehingga menyebabkan awan Berkondensasi kembali menjadi Air (H2O) sehingga turunlah hujan.
- Partikel-partikel Micro ini dibawa oleh Angin atas sehingga bertemu dengan awan. Tanpa adanya angin, partikel-partikel ini tidak akan mampu mencapai ketinggian awan sehingga hujan tidak akan terjadi.
- Hal inilah yang disebut dengan "Perkawinan" antara Partikel-partikel Micro dengan Uap-Air di awan, yang akan menghasilkan hujan, sehingga Allah menggunakan istilah "Awan untuk Mengaawinkan" dalam kaitannya pembentukan hujan.
Proses
"perkawinan" ini pula yang
mendasari pembuatan hujan buatan, dimana dalam membuat hujan buatan,
partikel-partikel mikro ini di sebar di ketinggian awan, untuk merangsang awan
menurunkan hujan. Namun
fakta yang baru diketahui 2-3 abad baru-baru ini, sudah dinyatakan 15 abad yang
lalu di dalam Al-Quran.
Partikel-partikel
micro ini pula yang menyebabkan air hujan tidak semerta-merta turun langsung
bagaikan air terjun dari atas awan. Bahkan tidak jarang ketika hujan berhenti,
awan di atas langit masih terlihat tebal, dikarenakan sudah tidak ada lagi
partikel-partikel micro untuk mencairkan awan tersebut. Hal ini dinyatakan pula
di dalam Al-Qur'an di dalam surah Az Zukhruf [43] ayat 11
Wa Al-Ladhī
Nazzala Mina As-Samā'i Mā'an Biqadarin Fa'ansharnā Bihi Baldatan Maytāan
Kadhālika Tukhrajūna
[[Dan
Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami
hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan
(dari dalam kubur). (QS. 43:11)]]
Lebih
lanjut lagi, Al-Qur'an juga menjelaskan mengenai proses pembentukan
hujan es dan petir/kilat, hal-hal yang sama sekali tidak diketahui dan
bahkan tidak disadari oleh orang-orang 15 abad yang lalu. Dijelaskan di
dalam Quran mengenai proses terbentuknya hujan dan petir sebagai berikut :
- Awan-awan yang mengandung uap-uap air akan saling berkumpul sehingga bertindih-tindih, dan inilah yang menjadi awan hujan apabila telah " dikawinkan", sebagaimana yang telah di jelaskan di atas.
- Apabila awan tersebut terus bertindih-tindih maka awan-awan tersebut akan membentuk seperti sebuah gunung. Awan hujan mampu bertumpuk hingga mencapai 9000 s/d 12000 mdpl. Dengan ketebalan seperti ini, tidak memungkinkan cahaya matahari untuk menembusnya sehingga gumpalan awan tersebut akan terlihat gelap.
- Awan yang menggunung ini di bagian atasnya akan mengandung butiran-butiran es karena bersuhu di bawah titik beku, yang apabila butiran-butiran es ( hailstone) tersebut jatuh ke bagian yang lebih rendah dan bertabrakan dengangraupel( campuran es-air lunak) maka akan terjadi pemisahan muatan.
- butiran-butiran es ( hailstone) akan menjadi bermuatan positif (+), dan graupel akan menjadi bermuatan negarif (-). Karena groupel lebih ringan, sehingga akan terdorong ke atas oleh aliran udara dan butiran-butiran es akan jatuh ke bagian bawah awan, sehingga bagian bawah dari awan menjadi bermuatan negatif (-) dan bagian atasnya bermuatan positif (+).
- Hasil dari pemindahan muatan ini menyebabkan awan akan memiliki beda potensial yang cukup untuk menimbulkan lompatan listrik yang dikenal sebagai petir. Hal ini menyebabkan petir hanya terjadi di awan yang berat atau awan yang mengandung butiran-butiran es.
Fakta bahwa hanya awan yang menggunung yang mengandung butiran-butiran es (hailstone) yang mampu menghasilkan petir, yang mana baru diketahui awal abad 18, telah disebutkan 15 abad yang lalu di dalam Al-Qur'an. Semua proses ini di ceritakan dengan bahasa yang sangat indah, yang tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat 15 abad yang lalu, dan mampu dibuktikan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan saat ini, di dalam An-Nuur [24] ayat 43 sebagai berikut :
'Alam Tará 'Anna ALLaha Yuzjī
Saĥābāan Thumma Yu'uallifu Baynahu Thumma Yaj`aluhu Rukāmāan Fatará Al-Wadqa
Yakhruju Min Khilālihi Wa Yunazzilu Mina As-Samā'i Min Jibālin Fīhā Min Baradin
Fayuşību Bihi Man Yashā'u Wa Yaşrifuhu `An Man Yashā'u Yakādu Sanā Barqihi Yadh/habu
Bil-'Abşāri
[[Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian
mengumpulkan antara (bagian- bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih,
maka kelihatan olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga)
menurunkan (butiran-butiran) es dari langit , (yaitu) dari (gumpalan-
gumpalan awan seperti) gunung- gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es
itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang
dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu
hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (QS. 24:43)]]
Kemudian di
surah Ar-Rad (13) ayat 12, Allah menjelaskan bahkan awan pun memiliki
massa atau berat, meskipun dari permukaan bumi, awan terlihat seperti
gumpalan-gumpalan kapas yang halus. Faktanya, gumpalan awan seperti awan
komulonimbus dapat mengandung air sampai dengan 300000 ton. Itulah sebabnya di
surah An-Nuur ayat 43 Allah menggunakan istilah
"gunung" yang mengacu kepada awan, karena selain karena tingginya
yang berkilo-kilometer, juga memiliki massa yang berat.
Ar-Rad [13] ayat 12
Huwa Al-Ladhī Yurīkumu Al-Barqa Khawfāan Wa Ţama`āan Wa Yunshi'u As-Saĥāba Ath-Thiqāla
[[Dia-lah
Rabb yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan
harapan, dan Dia mengadakan awan mendung/Berat. (QS.
13:12)]]
di beberapa terjemahan bahasa indonesia ats-tsiqaala diterjemahkan sebagai mendung, ---------------> arti yang sebenarnya adalah "berat"
|
Dan dengan "angin
yang mengawinkan”
itulah sehingga air yang dikandung oleh awan turun sedikit demi sedikit sebagai
hujan, tidak sekaligus tumpah seluruhnya ke Bumi.
Bayangkan
jika 300000 ton Air (H2O) langsung jatuh bersamaan dari langit ke
permukaan Bumi, maka bisa jadi akan menghancurkan semua yang ada di permukaan
bumi. Hal ini sebagaimana yang dikatakan dalam surah Az-Zukhruf [43] ayat 11 Di atas
Dimana
fenomena-fenomena alam masih menjadi misteri bagi manusia dan bahkan dianggap
mistis, Al-Qur'an telah memberikan penjelasan logis-nya kepada manusia sejak
15 abad yang lalu.
-Wallahu a'lam-
0 komentar "TERJADINYA HUJAN DAN PETIR", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar