LANGIT YANG BERSIKLUS DAN BUMI YANG PATAH



Pemilihan kata, sebagaimana yang dikatakan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, selalu menjadi salah satu bukti argumen yang menjadikan Al-Qur'an benar datangnya dari Allah. Mengapa? Karena suatu kitab suci tidak boleh bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan hukum alam pun datangnya dari Allah, sehingga suatu kitab suci tidak boleh bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini membuat suatu kitab suci, ketika menjelaskan mengenai alam, harus dapat diterima oleh manusia dimana ketika diturunkan, maupun oleh manusia dimasa sekarang. Al-Qur'an bukanlah kitab ilmu pengetahuan, akan tetapi Al-Qur'an adalah kitab yang menjelaskan, kitab tanda-tanda/ayat-ayat. Dalam hal ini, pemilihan kata menjadi kekuatan Al-Qur'an. Sesuatu yang ditafsirkan berbeda oleh orang-orang dimasa lalu tetap tidak bertentangan dengan penafsiran arti literalnya dimasa sekarang Serta ilmu pengetahuan berhasil membuktikannya.

Salah satu contohnya adalah yang dinyatakan Al-Qur'an dalam surah Ath-Thaariq [86] ayat 11 dan 12 dimana dalam kedua ayat ini Allah bersumpah demi langit dan bumi, yang terjemahan bahasa Indonesianya adalah sebagai berikut :
 
At-Tariq [86] Ayat 11-12




 
Wa As-Sama'i Dhati Ar-Raj`i
[[Demi langit yang mengandung hujan,(86:11)]]
 
 
 
 
 
 
Wa Al-'Ardi Dhati As-Sad`i
[[dan bumi yang mempunyai tumbuh- tumbuhan, (QS. 86:12)]]
 
 
 
BAB 1 : LANGIT YANG MENGEMBALIKAN
 
Surah Ath-Thaariq ayat 11 memiliki arti literal atau kata per-kata : ["Demi langit yang mengembalikan "].  Ayat ini di tafsirkan oleh berbagai ahli tafsir dengan ["langit yang mengandung hujan"], seperti yang ditafsirkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Mengapa demikian ? Karena tafsir seperti itu yang paling mendekati atau masuk di akal di zaman dulu.Walaupun arti sebenarnya dari
 
"wal-samaa-i dzaati l-raj'i "
[demi langit yang mengembalikan]
 
Tapi mengembalikan apa ?
Apa yang diketahui oleh orang-orang di jaman dahulu ketika awal-awal Islam terutama ketika ayat ini diturunkan, pengertian yang paling memungkinkan adalah "langit yang mengadung dan memberikan hujan". Bahkan konsep air hujan yang dikandung awan sebenarnya berasal dari air yang ada di laut dan daratan juga belum di pahami oleh mereka. 
 
Pertanyaannya, jika memang "wal-samaa-i dzaati l-raj'i" dimaksudkan sebagai ["demi langit yang mengandung/memberikan hujan"], kenapa Allah tidak langsung menyatakan demikian?
Mengapa harus"demi langit yang mengembalikan (wal-samaa-i dzaati l-raj'i)"? Apalagi disini mengandung sumpah Allah, yang berarti samaa-i dzzati l-raj'i adalah sesuatu hal yang besar, berarti yang dimaksud disini tentu lebih dari sekedar ["langit yang mengandung hujan"].Berarti kita harus kembali kepada arti literalnya, yaitu langit yang mengembalikan . 
 
"Raj'i" sendiri menurut Arabic-English Lane's Lexicon halaman 1088 menyatakan salah satu artinya adalah : [mengembalikan, kembali kepada keadaan semula, atau dengan kata lain siklus ]. 
 

 
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam BUMI TERCIPTA LEBIH DAHULU DARIPADA LANGIT (baca) dari sudut pandangan manusia di bumi, terlebih lagi pandangan manusia pada masa Al-Qur'an diturunkan : awan, atmosfir, matahari, bulan, bintang, semuanya berada di "langit", sehingga terkadang Al-Qur'an menggunakan kata "dari langit Kami turunkan air", atau "rezeki dari langit", atau "air dari langit", karena semuanya berada dalam lingkup langit pertama.
 
Pada saat itu belum dibedakan istilah "angkasa" dan "luar-angkasa". Dengan berpatokan dari definisi ini, mari kita jabarkan beberapa fungsi-langit yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan saat ini : 
 
1).  Di langit terdapat awan yang mengandung hujan. Hal ini dijelaskan pula di dalam Al-Qur'an, yang telah dibahas dalam Tulisan  TERJADINYA HUJAN DAN PETIR (baca), bahwa Al-Qur'an menjelaskan bahwa awan yang ada terbentuk dari hasil penguapan dan kondensasi uap-air yang sebagian besar berasal dari laut. Air laut yang tadinya asin, ketika berkondensasi dan membentuk awan menjadi tawar. Kemudian awan ini dengan bantuan angin "dikawinkan" dengan partikel-partikel garam dan debu yang ada, sehingga akhirnya mengembalikan kembali air yang diambil dari bumi kembali ke bumi sebagai hujan.
 
2). Fungsi atmosfir-bumi (yang berada di "langit") memfilter dan menyebarkan cahaya matahari. Gelombang-gelombang cahaya yang membahayakan bagi kehidupan di bumi di tahan dan dipantulkan oleh lapisan yang dinamakan lapisan ozon. Dalam hal ini langit mengembalikan gelombang-gelombang cahaya berbahaya yang berasal dari langit itu sendiri. Ini adalah salah satu fungsi atmosfir di langit sebagaimana yang dikatakan Al-Qur'an sebagai "atap" (Q,S 2:22, 40:64, 52:5) dan lebih lanjut dikatakan sebagai "atap yang terpelihara" atau ["atap yang melindungi"] (safqan mahfuutzan) sebagaimana yang dikatakanoleh Al-Quran surah Al-Anbiyaa [21] ayat 32 :





Wa Ja`alna As-Sama'a Saqfaan Mahfuzaan Wa Hum `An 'Ayatiha Mu`riduna
 
[[Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (QS. 21:32)]]
 
Langit yang sebagai atap yang melindungi ini adalah atmosfer bumi. Mengapa Al-Qur'an tidak mengatakan saja atmosfer", sehingga bisa di bedakan antara langit-atmosfer dan luar-angkasa ? Karena pada zaman dahulu, terutama ketika ayat ini diturunkan, jangankan "atmosfer", pembedaan antara "langit angkasa" dan "luar angkasa" saja belum ada
 
Yang diketahui pada saat itu adalah "langit", sehingga Al-Qur'an menggunakan istilah ini, agar dapat dimengerti oleh orang-orang pada saat ayat ini diturunkan dan tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, karena baik Al-Qur'an maupun ilmu pengetahuan sama-sama diturunkan oleh Allah. Fungsi-fungsi lain atmosfir sebagai "atap" selain memfilter gelombang-gelombang cahaya yang berbahaya yang akan memasuki bumi antara lain :
  • Memelihara bumi dari suhu-dingin ekstrim luar angkasa dan juga menjaga suhu-panas-bumi, sehingga bumi memiliki suhu yang mampu ditempati oleh makhluk hidup, terutama manusia.
  • Melindungi bumi dari benda-benda langit yang mendekati dan menuju bumi, seperti meteor.
  • Melindungi bumi dari radiasi gelombang-gelombang magnetik yang berasal dari matahari dan bintang-bintang lain . 
3). Atmosfer bumi, dalam hal ini lapisan ionosfer (salah satu lapisan teratas atmosfer) memantulkan gelombang radio yang di pancarkan (di broadcast) dari tempat tertentu di permukaan bumi, sehingga dapat di sebarkan dan di terima oleh penerima di bagian bumi yang lain dalam jarak yang jauh. 
 
4). Adanya gaya gravitasi antara matahari dan benda-benda langit yang mengelilinya menciptakan jalur-rotasi dan orbit bagi setiap benda langit yang mengelilingi matahari. Dalam postingan "HADIST NABI : MATAHARI MENG-ORBIT (baca) disebutkan bahwa Bumi berotasi dari barat ke timur dikarenakan matahari berotasi dari barat ke timur, berlawanan arah jarum jam (dilihat dari kutub-utara matahari). Rotasi-matahari dari barat ke timur dan gaya-gravitasi matahari menyebabkan planet-planet disekililingnya ber-evolusi mengelilingi matahari dengan arah yang sama dan ber-rotasi dengan arah yang sama pula, kecuali Venus dan Uranus yang berotasi dari timur ke barat karena memiliki axial tilt lebih dari 90 dRAJAT  (sesuai dengan kaidah tangan kanan). Namun kesemuanya memiliki orbit mengelilingi matahari searah dengan arah rotasi matahari. Hal ini menyebabkan Bumi dan dan benda-benda langit lain pun memiliki siklus, siklus-rotasi siang dan malam dan siklus-tahun (kala revolusi). Bukan hanya itu, interaksi-matahari dengan seluruh benda-langit lain termasuk bintang-bintang yang ada baik di galaksi yang sama maupun di galaksi yang lain membentuk gaya yang menghasilkan siklus dan keseimbangan yang sempurna . Dalam hal ini, "langit yang memiliki siklus" terjadi, membuat adanya keadaan " kembali kepada keadaan semula".
------------- 

 
 
BAB II : BUMI YANG PATAH
 
Selanjutnya di Ath-Thaariq [86] ayat 12
 
 
 
 
Wa Al-'ArDi Dhati As-Sad`i
[[Demi bumi yang patah]]
 
 
Yang memiliki arti secara literal
"Demi bumi yang patah atau Demi bumi yang memiliki patahan
 
Ayat ini oleh orang-orang jaman dahulu ditafsirkan memiliki arti "demi bumi yang mengeluarkan tumbuh-tumbuhan", sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Padahal shad'i pada kalimat wal-ardhi dzaati As-Sad`i [berarti patah atau dipisahkan dengan keras, atau terpecah belah ], sebagaimana yang digunakan pada surah Al-Hasyr [59] ayat 21 :





Law 'Anzalna Hadha Al-Qur'ana `Ala Jabalin Lara'aytahu Khashi`aan Mutasaddi`aan Min Khashyati ALLahi Wa Tilka Al-'Amthalu Nadribuha Lilnnasi La`allahum  Yatafakkaruna
 
[[Kalau sekiranya kami menurunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan- perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (QS. 59:21)]]
 
 
Mengapa orang-orang jaman dulu menafsirkan al-ardhi dzaati l-shad'i sebagai ["bumi yang mengeluarkan tumbuh-tumbuhan ?? Karena itulah konsep yang masuk-akal bagi mereka pada saat itu, terlepas dari arti literal (arti sebenarnya) dari ayat tersebutKonsep "bumi yang patah" tidak masuk akal bagi mereka diwaktu itu sehingga ditafsirkan sebagai "bumi yang mengeluarkan tumbuh-tumbuhan" .
 
Namun sekali lagi, ketika Allah bersumpah demi sesuatu, pastilah ada sesuatu yang besar dibaliknya, dan oleh karena itu membawa kita kembali kepada arti literal dari ayat tersebut. Bagi umat Islam, Al-Qur'an yang ada pada kita terjaga dalam redaksi asli persis sama dengan pada saat ayat-ayatnya diturunkan 15 abad yang lalu, bukan dalam bentuk tafsir maupun terjemahan, sehingga ketika mencoba untuk memahami lebih lanjut mengenai kandungan suatu ayat, kita bisa mengembalikannya ke redaksi sebenarnya, kata per kata. 
 
Ilmu pengetahuan saat ini, dimulai pada dekade awal abad ke-20, mengetahui adanya konsep patahan atau lempengan-bumi atau lempengan-tektonik . Bumi memiliki karakteristik di bandingkan planet-planet lainnya dimana permukaan (litosfer) terbagi ke dalam beberapa lempengan yang keras. Lempengan-lempengan ini bergerak, yang mana dalam beberapa kasus, mereka bergerak menuju satu sama lain, dan dalam kasus yang lain, lempengan-lempengan ini bergerak beriringan.
 


Lempengan-lempengan tektonik yang saling menjauhi satu sama lain membentuk ada yang dinamakan batas divergen (divergent boundary) dimana aliran magma akan mengisi ruang yang kosong akibat lempengan yang saling menjauh ini. Sebaliknya, dua lempengan tektonik yang bertabrakan, akan membentuk apa yang dinamakan margin konvergen (convergent margin). Dalam beberapa kasus, lempengan tersebut dapat menabrak dan akhirnya bergerak di bawah lempengan lain, mengasilkan proses yang dinamakan subduction. Gempa tektonik sering terjadi di daerah yang mengalami subduction ini, bahkan dalam beberapa kasus dapat menghasilkan apa yang dinamakan gempa vulkanik dimana magma keluar ke permukaan bumi sebagai volkano.
 
Gugusan gunung vulkanik menandai batas antara lempengan tektonik ini. Tabrakan antar lempengan tektonik ini membentu gunung dan pegunungan yang besar, contohnya pegunungan Rocky dan Himalaya.
 


Di surah An-Naml [27] Ayat 88 Allah berfirman :

 
 
 
Wa Tara Al-Jibala TaHsabuhA Jamidatan Wa Hiya Tamurru Marra As-Sahabi Sun`a ALLahi Al-Ladhi 'Atqana Kulla Shay'in 'Innahu Khabirun BimA Taf`aluna
 
[[Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 27:88)]]
 
 
Al-Qur'an 15 abad yang lalu menyatakan bahwa gunung-gunung itu sebenarnya tidaklah diam, akan tetapi bergerak. Sebagaimana yang telah di bahas di ORBIT MATAHARI, BULAN DAN BUMI (baca)", gunung-gunung dihasilkan oleh lempengan-lempengan tektonik-bumi, yang mana lempengan-lempengan itu terus bergerak sepanjang waktu, disamping gunung-gunung tersebut ikut bergerak bersama bumi akibat adanya rotasi-bumi. Proses pergerakan dan subduction merupakan salah satu cara bagi bumi untuk menjaga kestabilannya, sehingga permukaan bumi tetap dapat di huni oleh makhluk hidup.
 
Adanya lempengan-lempengan bumi ini membuat bumi dikatakan di dalam Al-Qur'an sebagai "wal-ardhi dzaati l-shad'i" [ Demi bumi yang (memiliki) patahan/lempengan].
 
Langit yang mengembalikan dan memiliki siklus serta bumi yang memiliki patahan , dua pernyataan yang dikemukakan Al-Qur'an 15 abad yang lalu, mampu diterima oleh orang-orang di jamannya dan dapat dibuktikan serta tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan saat ini. Pada akhirnya, ilmu pengetahuanlah yang akan membuktikan bahwa Al-Qur'an adalah benar datangnya dari Allah.
 
Al-`Ankabut [29] Ayat 43
 
 
 
 
Wa Tilka Al-'Amthau Nadribuha Lilnnasi Wa Ma Ya`qiluha 'Illa Al-`Alimuna
 
[[Dan perumpamaan- perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang yang berilmu. (QS. 29:43)]]
 
 
-Wallahu a'lam-
 

0 komentar "LANGIT YANG BERSIKLUS DAN BUMI YANG PATAH", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar